Asal-usul desa Bakaran Juwana-Pati





Asal Usul Desa Bakaran Wetan


Juwana-Desa Bakaran Wetan berasal dari hutan yang dibakar oleh seorang wanita, wanita itu bernama Nyi Sabirah. Nyi Sabirah sendiri merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit. Hutan itu telah menjadi abu, kemudian abu itu jatuh dimana-mana disitulah Desa Bakaran.
Dahulu kala terdapat kerajaan Majapahit, ketika itu sedang terjadi perang saudara antara Kerajaan Majapahit dengan Pemberontak. Selama tiga hari tiga malam Kerajaan Majapahit menjadi kacau balau dan diperparah lagi oleh Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Bnayak keluarga Majapahit yang melarikan diri.
            Mereka yang melarikan diri dengan tujuan untuk menyelamatkan diri termasuk kakak beradik yaitu Ki Dukut dan Nimas Sabirah. Mereka lari ke sebuah hutan belantara. Di hutan tersebut mereka bergotong royong membuka lahan pertanian dan tempat tinggal. Nimas Sabirah mempunyai usul kepada kakaknya “Kakak.... kamu adalah seorang laki-laki pasti wilayahmu pasti sangat luas” Kata Nimas Sabirah. Setelah mendapat persetujuan dari sang kakak. Agar adil


pula, kemudian Nyi Sabirah mengumpulkan sampah, lalu sampah itu dibakar. Dimana jatuhnya abu tersebut disitulah wilayah Nyi Sabirah.
            Tetapi dibalik asal usul diatas Warga Bakaran memiliki tradisi yang unik yaitu jika terdapat warga Bakaran yang menikah maka mereka harus mengelilingi Punden Bakaran. Jika tradisi itu dilanggar maka akan berakibat fatal. Desa Bakaran itu mempunyai aturan-aturan tersendiri yang tidak boleh dilanggar oleh warganya yaitu :
1.      Tidak boleh menjual nasi
2.      Tidak boleh wenter kain batik
3.      Jangan bakar-bakar
4.      Janagn membuat rumah dari bata merah
Kata bapak Basir Sokarno “Itu nasihatnya Nyi Ageng buat anak cucunya yang berada di Desa Bakaran jadi dimanapun tempat tinggal mereka, tetapi mereka asli orang Bakaran jangan sampai lupa apa nasihatnya Nyi Ageng”
            Mengapa warga Bakaran tidak boleh menjual nasi? Menurut mereka, nasi adalah makanan pokok, jadi jika nasi itu dijual maka sama saja mereka menjual rezekinya sendiri. Jika mereka melanggar maka warungnya akan berantakan. Yang kedua Mengapa mereka tidak boleh wenter kain batik ? karena Bakaran itu sudah terkenal dengan batik tulisnya. Dulu ya Nyi Ageng suka memakai batik tulis dan jaritnya. Nyi Ageng itu hati-hati jangan sampai wenter kain batik karena bahayanya besar.
            “Jangan bakar-bakar” Hidup di Bakaran itu memang banyak aturan-aturannya tetapi enak. Orang Bakaran jangan sampai bakar-bakar yaitu seperti orang yang ngelas besi, itu bahayanya sangat besar karena bisa merusak mata.
“Jangan buat rumah dari bata merah”. Punden itu dulu rumahnya Nyi Ageng, yang sekarang dirawat oleh Warga Bakaran. Punden itu menjadi tempat tinggal Nyi Ageng, sehingga tidak boleh ada yang bisa menyamakan dengan punden tersebut“Dulu saya membangun rumah menggunakan bata merah tiba-tiba rumah saya hampir roboh terus tak kasih bata  putih tiba-tiba rumah saya sempurna lagi” Pak Basir”.
           



Didalam rumah Nyi Ageng/Punden Bakaran terdapat sumur, sumur tersebut didalamnya terdapat air yang suci. Air tersebut tidak akan pernah habis sampai kapanpun(Senin,05, 2016, Sumber : Bapak Basir Sokarno)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembuluh Vena